Jumat, 17 Mei 2013


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Mikroorganisme tanah merupakan organisme kecil (mikroskopik) yang hidup dalam tanah. Terdapat dua jenis sifat mikroorganisme yaitu saprofit dan patogenik. Mikroorganisme patogenik merupakan mikroorganisme yang penyebab penyakit, biasanya banyak dari jenis jamur (fungi), bakteri, dan nematoda. Mikroorganisme saprofit merupakan mikroorganisme yang baik dan  mungkin dapat bersimbiosis dengan tanaman.
Dalam pertanian, mikroorganisme tersebut dipelajari sifat dan karakteristiknya dengan tujuan agar meningkatkan produksi tanaman. bahkan, mikroorganisme dapat dijadikan sebagai agen hayati yang dapat menyembuhkan penyakit pada tanaman serta dapat dijadikan sebagai pupuk karena sifatnya yang dapat memfiksasi hara sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. untuk melakukan hal tersebut, mikroorganisme perlu diisolasi dan dipergunakan untuk pembelajaran atau penelitian dan bahkan untuk dibiakkan sebagai agen hayati yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil pertanian.
Mirkroorganisme dalam tanah juga memiliki peran sebagai tolak ukur dari kesuburan tanah tersebut. Tanah dengan jumlah mikroorganisme banyak dapat dikatakan baik, karena mikroorganisme tanah dapat hidup disana, baik itu saprofit ataupun patogen. Mikroorganisme saprofit hidup dengan nutrisi yang berasal dari bahan organik sedangkan mikroorganisme patogen hidup dengan mendapatkan nutrisi dari tanaman inang yang hidup. Dengan karakteristik inilah mikroorganisme dinilai kegunaanya. Mikroorganisme saprofit yang dapat bersimbiosis dengan tanaman seperti rhizobium, sangat bermanfaat bagi tanaman saat memasuki masa pertumbuhan. Mikroorganisme seperti nematoda Meloidogyne spp dimasukkan kedalam jenis patogenik. Nematoda  Meloidogyne spp mendapatkan makanan dengan cara masuk kedalam akar tanaman dan menyerap nutrisi yang dihasilkan tanaman sehingga tanaman kekurangan nutrisi untuk tumbuh.
Nematoda merupakan mikroorganisme kecil (mikroskopik) yang hidup pada filum-filum air dan dapat masuk kedalam akar bersamaan dengan aliran massa air. Berdasarkan sifatnya, nematoda terbagi menjadi dua yakni nematoda yang bersifat parasit dan saprofit. Nematoda yneg bersifat patogenik memiliki stylet sebagai alat mulutnya. Kepala nematoda bila dilihat pada gambar adalah ujung yang tumpul, sedangkan ujung yang lancip merupakan ekornya. Nematoda dapat hidup aktif dalam kondisi lembab dan berair.
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme dalam tanah dengan jumlah yang cukup banyak. Jamur adalah mikroorganisme eukariotik yang dapat membentuk filamen atau hifa. Terdapat dua tipe jamur parasit, yakni jamur parasit obligat dan non obligat. Jamur parasit obligat membutuhkan inang untuk dapat tumbuh dan memperbanyak diri, sedangkan jamur non obligat dapat tumbuh pada inang maupun pada bahan oraganik mati. Jamur dapat dibiakkan dengan menggunakan biakan murni. Biakan murni adalah proses mengisolasi atau memisahkan satu jenis organisme dari lingkungan aslinya dan kemudian membiakkannya dalam sebuah media pembiakan. Tujuan pembiakan murni adalah untuk memperoleh organisme yang benar-benar diinginkan untuk diisolasi tanpa adanya kontaminasi dari organisme lain.

1.2 Tujuan
            Mengetahui dan memahami langkah-langkah pembuatan preparat awetan nematoda dan biakan murni jamur.



BAB 2. TINAJAUAN PUSTAKA
Menurut Peeclar dan Chan (2012) mikroorganisme yang memenuhi suatu ekosistem menunjukkan berbagai macam asosiasi dan interaksi antar spesies. Ada yang bersifat netral, ada yang menguntungkan bagi satu atau lebih spesies dan ada pula yang saling merugikan bagi satu atau lebih spesies mikroorganisme atau pun organism lain. Mikroba di alam ditemukan dalam populasi campuran. Untuk memperoleh biakan murni dapat dilakukan  isolasi yang diawali dengan pengenceran bertingkat. Proses isolasi mikroba adalah memisahkan mikroba satu dengan mikroba lain yang berasal dari campuran berbagai mikroba untuk dapat mempelajari sifat biakan, morfologi dan sifat mikroba lainnya (Puapitasari et al., 2012). Jenis isolat yang sama ternyata memiliki kemampuan amilolitik yang berbeda-beda apabila diisolasi pada lama fermentasi yang berbeda. Jenis dan kondisi media menjadi penentu jenis dan kemampuan mikroorganisme dalam memfermentasi atau menggunakan pati sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Putri et al., 2012)
Nematoda merupakan jenis OPT yang menyerang berbagai jenis tanaman pertanian di Indonesia dan negara-negara tropis lainnya. Nematoda adalah cacing mikroskopis yang hidup sebagai saprofit di dalam air dan tanah, atau sebagai parasit pada tanaman dan hewan. Nematoda yang hidup sebagai parasit pada tanaman memiliki stylet yang berfungsi untuk menghisap nutrisi-nutrisi tanaman sehingga fungsi fisiologi tanaman terganggu. Serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar karena nematoda mengisap nutrisi tanaman dari bagian akar. Akibatnya, pembuluh jaringan terganggu sehingga translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat memengaruhi proses fotosintesis dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, daun menguning seperti kekurangan hara, dan layu. Karena pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman akan menurun (Mustika, 2010).
Menurut Nugrohorini (2010) nematoda merupakan mikroorganisme berbentuk cacing berukuran 700-1200 mikron dan berada dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang tergolong free living, nematoda parasit tanaman dan nematoda entomopatogen. Nematoda yang saat ini dikembangkan adalah nematoda entomopatogen yang dapat diigunakan sebagai insektisida biologi yang sangat potensial untuk mengendalikan serangan hama baik ordo lepidoptera, coleoptera dan diptera.
Nematoda parasit tanaman dikenal sebagai pengganggu berbagai tanaman penting yang penyebarannya luas dan dikenal sebagai pengganggu yang paling sulit diidentifikasi, didiagnosa dan dikontrol.  Sebagian besar nematoda parasit, diantaranya nematoda puru akar menyerang bagian tanaman di bawah permukaan tanah, merusak jaringan akar dan mempengaruhi kemampuan transport air dan penyerapan hara, yang akhirnya menyebabkan tanaman mengalami stress air dan defisiensi hara. Serangan nematode ini dapat sampai merusak jaringan pengangkut pada akar tanaman.  Dengan demikian, tanaman akan mengalami gangguan dalam transportasi air dan unsur hara dari dalam tanah.  Gangguan pada pengangkutan unsur hara dan air oleh akar tanaman dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman di atas tanah (Swibawa et al., 2000).
Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Energi dapat diperoleh dari oksidasi senyawa karbon, metabolisme untuk mensintesis senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan hifa jamur, dan sumber nutrisi yang dibutuhkan seperti vitamin, CO2,  dan nitrogen. Suhu merupakan faktor utama dalam pertumbuhan jamur.  Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap spesies, tetapi pada umumnya terletak antara 220 C dan 350 C (Arif et al., 2005).
 Isolasi jamur tanah dilakukan di rizosfer, Isolat-isolat tersebut kemudian ditumbuhkan pada medium PDA. Dari isolasi tersebut diperoleh  beberapa isolat jamur tanah, kemudian identifikasi dilakukan secara mikroskopik. Identifikasi isolat didasarkan pada perbedaan morfologi koloni (warna dan bentuk koloni) isolate jamur pada medium PDA tersebut untuk tiap-tiap sampel tanah (Purwantisari dan Hastuti, 2009)


BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum acara “Pembuatan Preparat Awetan Nematoda dan Jamur” dilakukan pada hari Rabu tanggal 24 April 2013 pukul 15.00-selesai, bertempat di Laboratorium Hama Dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Gelas arloji
2. Cawan petri
3. Gelas benda
4. Pancing
5. Deg glass
6. Lampu bunsen
7. Karton
8. Laminar Air Flow
9. Jarum ent
10. Botol preparat
11. Kertas label
12. Glass woll
13. Lempeng alumunium

3.2.2 Bahan
1. Laktofenol
2 . Zat pewarna (asam fukshin, cotton blue, dan lain-lain)
3. Parafin
4. Lak kuku
5. Formalin 4% atau alkohol 70%
6. glass wall
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Membuat Preparat Awetan Nematoda
1. Kumpulkan beberapa ekor nematoda yang telah difiksasi dan masukkan ke dalam gelas arlojiatau cawan petri yang telah berisis laktofenol panas (65-300C) dan diberi zat pewarna(asam fukhsin, cotton blue,dan lain-lain).
2. Buat lingkaran parafin pada gelas benda, tetesi laktofenol secukupnya (1-2tetes
3. Pindahkan nematoda dengan pancing (handling needle) dan tempatkan di tengah- tengah lingkaran parafin dalam laktofenol.
4. Panaskan di atas lempeng pemanas atau lampu bunsen beberapa detik untuk mencairkan parafin
5. Memberikan glass wall agar nematoda tidak ikut keluar
7.  Melekatkan dengan lem atau lak kuku dan menempelkannya pada deglass
9. Beri etiket tentang nama spesies, nama kolektor, tempat dan lain sebagainya. Maka preparat awetan telah selesai.
10. Simpan dalam kotak preparat(ada yang terbuat dari kayu, plastik ataupun seng).

3.3.2 Membuat Preparat Awetan Jamur
1.        Ambil cawan petri yang berisi beberapa bentuk dan warna hifa/miselium jamur dari hasil isolasi jamur pada praktiku sebelimnya, kemudian tempatkan didalam laminar air flow (entkas).
2.        Amati jamur-jamur yang tumbuh.
3.        Sesuai petunjuk dosen/asiten, maka ambil satu macam jamur dengan menggunakan jarum preparat atau jarum ent steril (telah dipanasi beberapa detik di atas lampu Bunsen).
4.        Media agar miring dibuka kapasnya dan ujungnya dipanasi dengan lampu Bunsen.
5.        Goreskan hasil no.3 pada media agar miring di dalam laminar flow.
6.        Tutup kembali media agar miring dengan kapas. Simpan dalam laminar air flow (entkas).
7.        Setelah kurang lebih 4-7 hari dari pembuatan biakan murni, amati dengan seksama jamur yang tumbuh.
8.        Selanutnya setiap mahasiswa mengambil hasil tumbuh jamur dalam media agar miring, bias sporanya, 2 miseliumnya atau golongan keduanya untuk selanjutnya dijadikan perparat awetan jamur.
9.        Ambil dengan jarum preparat atau jarum ent steril hasil tumbuh jamur dalam media agar miring lalu tempatkan di atas gelas benda yang berisi laktofenol dala lingkaran parafirin. Amati dibawah mikroskop bentuk jamurnya apakah bagus dan layak untuk dijadikan preparat awetan ataukah tidak.
10.    Apabila sudah dirasa bagus dan layak, maka tutup dengan cover slip.
11.    Panaskan diatas lempeng pemanas atau lampu Bunsen.
12.    Masukkan ke dalam lempeng alumunium, jepit dengan karton, beri etiket secukupnya.


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kel.
Biakan murni
kontaminasi
Literatur
nama
keterangan
1
(-)
Aspergillus sp.


Mempunyai hifa, koloninya berkelompok, berwarna coklatkehitaman
2
(-)
Aspergillus sp.


Mempunyai hifa, koloninya berkelompok, berwarna coklatkehitaman
3
(-)
Aspergillus sp.

Mempunyai hifa, koloninya berkelompok, berwarna coklatkehitaman
4.
Kontaminasi
Trichoderma spp.

Mempunyai warna hijau, puth
  
Tabel hasil pengamatan hasil pembuatan preparat awetan nematoda
Kel.
Awetan nematoda
Nematoda
Literatur
Nama nematode
1
Meloidogynespp.
2
Meloidogynespp.


4.2 Pembahasan
Hasil praktikum biakan murni kali ini didapatkan biakan Aspergillus sp dan Tricoderma sp. Pada media miring nomor satu hingga nomor tiga didaptkan biakan Aspergillus spp. dengan warna koloni coklat kehitaman. Pada media miring nomor empat didaptkan hasil biakan jenis fungi Tricoderma sp. Biakan murni jamur pada golong data C dari kesemua data yang didapat hanya data nomer 4 terkontaminasi. Biakan nomer empat merupakan biakan Tricoderma sp. Tiga biakan didapatkan koloni fungi Aspergillus sp. Koloni aspergillus bebeas dari kontaminasi. Kontaminasi terjadi akibat ketika melakukan prosedur isolasi biakan murni tidak dalam kondisi aseptis. Kondisi alat yang kurang steril dan prosedur isolasi biakan murni yang tidak sesuai mengakibatkan kontaminasi terjadi. Media juga dapat memberikan dampak kontamasi pada biakan, media agar dapat terdapat benih-benih kontaminasi (fungi dan bakteri) sebelumnya, hingga kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk benih kontaminasi dapat berkembang dan tumbuh.
Potensi jamur Tricoderma sp. sebagai jamur saprofit yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma sp. Juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh. Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias. Mikoparasitisme dari Trichoderma Sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang. Mekanisme kerja Trichoderma spp. (salah satunya adalah  T. koningii) adalah menekan perkembangan JAP dengan cara pembentukan antibiotik dan mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran Jamur Akar Putih (JAP) terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorfa. Lisis merupakan proses enzimatik oleh enzim selulose yang dihasilkan oleh T. koningii.
Fungi jenis Aspergillus spp. merupakan saprofit pada tanaman baik saat pertumbuhan hingga pasca panen. Aspergillus spp. menghasilkan enzim pektinase yang mengakibatkan kerusakan umumnya pada buah-buahan. Aspergillus sp membentuk badan spora yang disebut konidium. Spora tersebar luas sehingga sering dikaitkan dengan bahan organik tanah. Koloni Aspergillus spp. berwarna abu-abu, kuning, hitam, atau colkat. Aspergillus spp. merupakan mikroorganisme aerobik yang membutuhkan oksigen untuk aktifitas metabolismenya. Aspergillus banyak ditemukan ditempat yang lembab dan sirkulasi oksigen yang baik serta sering ditemukan pada bahan organik.
Biakan murni tegak merupakan media yang digunakan untuk mendapatkan biakan murni jamur dengan mendatar, tabung reaksi yang diisi media dibuat mendatar sehingga didapatkan luasan media yang sempit. Biakan murni secara mendapat dibuat untuk mendapatkan sedikit koloni biakan murni saja. Biakan murni miring merupakan media baiakan murni dengan media yang miring posisinya. Dengan media yang miring dapatkan luasan media yang lebih luas. Media miring digunakan untuk mendapatkan biakan murni yang banyak.
                Pembuatan biakan murni jamur berawal dari isolasi yang dilakuakan dengan pengenceran larutan, sehingga didapatkan koloni-koloni jamur yang masih terdapat kontaminasi maupun tanpa kontaminasi. Setelah didapatkan biakan melalui isolasi, kemudian mengambil fungi yang ada pada tempat isolasi. Pengambilan fungi dipilih dengan selektif dan dipilih jenis fungi yang akan dibiakkan secara murni. Langkah selanjutnya membuat media untuk biakan murni dengan wadahnya tabung reaksi dengan media miring. Fungi yang sudah didapatkan sebelumnya dari tempat isolasi kemudian ditempatkan pada media miring. Langkah terakhir adalah menyimpan hasil biakan selama 3 hari dan dlihat hasil dari biakan murni tersebut.
            Membuat awetan nematoda merupakan cara untuk menyimpan nematoda dalam waktu yang lama. Langakh awal untuk membuat awetan nematoda adalah dengan menacing nematoda. Pemancingan nematoda membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang baik, karean ukuran nematoda sendiri sangatlah kecil. Memancing nematoda memerlukan alat tambahan seperti mikroskop, spesifikasi dari mikroskopnya adalah dengan jenis dissecting microscope. Mikroskop dengan jenis ini memiliki jarak lensa dengan objek jauh, sehingga memudahkan dalam pemancingan. Untuk mempermudah pemancingan juga diperlukan bulu alis sebagai alat pancingnya. Bulu alis yang ukurannya kecil dan runcing mempermudah dalam memngangkat nematoda.
            Kendala dalam membuat awetan nematoda adalah proses pemacingan yang membutuhkan waktu cukup lama. Kemudian pembuatan lingkaran parafin yang tidak terlalu tebal memerlukan waktu belajar membuat linglaran parafin cukup lama. Yang tidak kalah sulit adalah menemukan jenis nematoda, apakah itu parasit atau saprofit.
            Perbanyakan nematoda dapat dibagi menjadi dua teknik, yaitu in vivo dan in vitro. Teknik in vitro merupakan teknik mengawinkan sepasang nematoda yang berasal dari teknik in vivo sebelumnya. Media yang digunakan untuk teknik ini terbuat dari agar yang dicampur dengan  ampela hati. Ampela hati memberikan nutrisi yang dibutuhkan nematoda. Media yang digunakan harus aseptis terlebih dahulu. Media sebelum digunakan harus didinginkan terlebih dahulu minimal 2hari dulu. Setelah dua hari media diletakkan pada cawan petri yang lebih besar. Antar cawan yang berisi media dengan cawan yang lebih besar diletakka kertas hisap. Keadaan cawan besar diusahakan selalu terendam air. Setelah dua hari nematoda infektif yang terkumpul pada cawan dapat diambil. Pengambilan dapat dilakuakn setiap dua hari sekali dengan penambahan air selama penagmbilan dalam cawan besar.
Perbanyakan secara in vivo merupakan cara menginokulasi nematoda pada larva sernagga. Suspensi nematoda dapat ditetaskan pada ulat diatas kertas filter dalam cawan petri. Dalam jangka waktu 24 hingga 48 jam ulat akan mati akibat infeksi dari nematoda. Nematoda dapat diambil dengan teknik white trap, yanitu dengan meletakkan ulat pada kertas filter diatas cawan petri yang diletakkan terbalik. Cawan petri diletakkan pada cawan yang lebih beasr dan disikan air, kemudian simpan pada suhu kamar. Hasil perbanyakan dapat didapatkan setelah satu hingga dua minggu kemudian.  






BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.      biakan murni jamur merupakan teknik mendapatkan biakan asli satu jenis jamur saja tanpa adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain.
2.      Aspergillusm sp. dan Trichoderma spp. Merupakan jenis biakan murni yang didapatkan pada praktikum kali ini. Tricoderma spp. mengalami kontaminasi.
3.      Tricoderma spp merupakan jamur dengan sifat saprofit da Aspergillus sp merupakan jenis jamur bersifat patogen.
4.      Teknik aetan nematoda berawal dari tahap ekstraksi, kemudian membuat lingkaran parafin, memberi laktofenol pada preparat, membuat segitihga dari glass woll, emmancing nematoda, dan tahap akhir menaruh nematoda pada preparat dan menutup dengan degg glass, tepi degg glass diberi cat kuku being agar melekat sempurna.
5.      Teknik perbanyakan nematoda ada dua yaitu teknik in vitro dan in vitro.

5.2 Saran
            Dalam melaksanakan praktium kali ini tiap langkah kerja yang ada haruslah dilakukan dengan baik dan dengan teliti sehingga hasil yang diperoleh juga baik dan sesuai dengan keinginan setra diperoleh data tepat dan akurat.










DAFTAR PUSTAKA
Anugrahwati, D.A. 2008. Aktifitas Actinomycetes Endofit Sebagai Bionematisida Terhadap Meloidogyne javanica. CropAgro 1 (2):116-122.
Arif, A., M. Muin, T. Kuswinanti, dan  V. Harfiani.  Isolasi dan Identifikasi Jamur Kayu   dari   Hutan  Pendidikan  dan  Latihan  TABO-TABO  Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Perennial, 3(2) : 49-54
Dropkin,  V.  H.  1992.  Pengantar  Nematologi  Tumbuhan.  Yogyakarta  :  Gajah Mada University Press.
Meryandini A., W. Widosari, B. Maranatha, Titi Candra Sunarti, N. Rachmania, dan  H.   Satria.   2009.   Isolasi   Bakteri   Selulolitik   dan   Karakterisasi Enzimnya. MAKARA, SAINS, 13( 1): 33-38
Nugrohorini. 2010. Eksplorasi Nematoda Entomopatogen pada Beberapa Wilayah di Jawa Timur. Pertanian MAPETA 7 (2):72-144.
Peclaar  M.  J.  dan  E. C. S  Chan.  2012.  Dasar-dasar  Mikrobiologi. Jakarta : UI PRESS
Purwantisari S. dan R. B. Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman  Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal.Bioma 11 (1):24-32
Putri W. D. R, Haryadi, D. W. Marseno, M. N. Cahyanto. 2012. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Amilolitik Selama Fermentasi Growol,  Makanan  Tradisional  Indonesia. Teknologi Pertanian 13 (1) : 52-60
Rahmita, D., A. Gafur, dan Rusmiati. 2007. Kerapatan dan Biodicersitas Nematoda  Tanah  Gambut  di  Kecamatan  Gambut,  Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Bioscientae 4 (2):85-94.
Swibawa, I. G., I. Amaliah, dan T. N. Aeny. 2000. Pengaruh Infestasi Nematoda Pratylenchus  Terhadap Pertumnuhan Tanaman Nenas (Ananas comusus (L.) Merr.). Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 1 (1):25-28.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar