BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Mikroorganisme tanah
merupakan organisme kecil (mikroskopik) yang hidup dalam tanah. Terdapat dua
jenis sifat mikroorganisme yaitu saprofit dan patogenik. Mikroorganisme
patogenik merupakan mikroorganisme yang penyebab penyakit, biasanya banyak dari
jenis jamur (fungi), bakteri, dan nematoda. Mikroorganisme saprofit merupakan
mikroorganisme yang baik dan mungkin
dapat bersimbiosis dengan tanaman.
Dalam
pertanian, mikroorganisme tersebut dipelajari sifat dan karakteristiknya dengan
tujuan agar meningkatkan produksi tanaman. bahkan, mikroorganisme dapat
dijadikan sebagai agen hayati yang dapat menyembuhkan penyakit pada tanaman
serta dapat dijadikan sebagai pupuk karena sifatnya yang dapat memfiksasi hara
sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. untuk melakukan hal tersebut,
mikroorganisme perlu diisolasi dan dipergunakan untuk pembelajaran atau
penelitian dan bahkan untuk dibiakkan sebagai agen hayati yang dapat digunakan
untuk meningkatkan hasil pertanian.
Mirkroorganisme dalam
tanah juga memiliki peran sebagai tolak ukur dari kesuburan tanah tersebut.
Tanah dengan jumlah mikroorganisme banyak dapat dikatakan baik, karena
mikroorganisme tanah dapat hidup disana, baik itu saprofit ataupun patogen.
Mikroorganisme saprofit hidup dengan nutrisi yang berasal dari bahan organik
sedangkan mikroorganisme patogen hidup dengan mendapatkan nutrisi dari tanaman
inang yang hidup. Dengan karakteristik inilah mikroorganisme dinilai
kegunaanya. Mikroorganisme saprofit yang dapat bersimbiosis dengan tanaman
seperti rhizobium, sangat bermanfaat bagi tanaman saat memasuki masa
pertumbuhan. Mikroorganisme seperti nematoda Meloidogyne spp dimasukkan kedalam jenis patogenik.
Nematoda Meloidogyne spp mendapatkan
makanan dengan cara masuk kedalam akar tanaman dan menyerap nutrisi yang
dihasilkan tanaman sehingga tanaman kekurangan nutrisi untuk tumbuh.
Nematoda
merupakan mikroorganisme kecil (mikroskopik) yang hidup pada filum-filum air
dan dapat masuk kedalam akar bersamaan dengan aliran massa air. Berdasarkan
sifatnya, nematoda terbagi menjadi dua yakni nematoda yang bersifat parasit dan
saprofit. Nematoda yneg bersifat patogenik memiliki stylet
sebagai alat mulutnya. Kepala nematoda bila dilihat pada gambar adalah ujung
yang tumpul, sedangkan ujung yang lancip merupakan ekornya. Nematoda dapat
hidup aktif dalam kondisi lembab dan berair.
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme dalam tanah
dengan jumlah yang cukup banyak. Jamur adalah mikroorganisme eukariotik yang
dapat membentuk filamen atau hifa. Terdapat dua tipe jamur parasit, yakni jamur
parasit obligat dan non obligat. Jamur parasit obligat membutuhkan inang untuk
dapat tumbuh dan memperbanyak diri, sedangkan jamur non obligat dapat tumbuh
pada inang maupun pada bahan oraganik mati. Jamur dapat dibiakkan dengan
menggunakan biakan murni. Biakan murni adalah proses mengisolasi atau
memisahkan satu jenis organisme dari lingkungan aslinya dan kemudian
membiakkannya dalam sebuah media pembiakan. Tujuan pembiakan murni adalah untuk
memperoleh organisme yang benar-benar diinginkan untuk diisolasi tanpa adanya
kontaminasi dari organisme lain.
1.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami
langkah-langkah pembuatan preparat awetan nematoda dan biakan murni jamur.
BAB
2. TINAJAUAN PUSTAKA
Menurut Peeclar dan Chan (2012) mikroorganisme yang
memenuhi suatu ekosistem menunjukkan berbagai macam asosiasi dan interaksi
antar spesies. Ada yang bersifat netral, ada yang menguntungkan bagi satu atau
lebih spesies dan ada pula yang saling merugikan bagi satu atau lebih spesies
mikroorganisme atau pun organism lain. Mikroba di alam ditemukan dalam populasi
campuran. Untuk memperoleh biakan murni dapat dilakukan isolasi yang diawali dengan pengenceran
bertingkat. Proses isolasi mikroba adalah memisahkan mikroba satu dengan
mikroba lain yang berasal dari campuran berbagai mikroba untuk dapat
mempelajari sifat biakan, morfologi dan sifat mikroba lainnya (Puapitasari et
al., 2012). Jenis isolat yang sama ternyata
memiliki kemampuan amilolitik yang berbeda-beda apabila diisolasi pada lama
fermentasi yang berbeda. Jenis dan kondisi media menjadi penentu jenis dan
kemampuan mikroorganisme dalam memfermentasi atau menggunakan pati sebagai
substrat bagi pertumbuhannya (Putri et al.,
2012)
Nematoda merupakan jenis OPT yang
menyerang berbagai jenis tanaman pertanian di Indonesia dan negara-negara tropis
lainnya. Nematoda adalah cacing mikroskopis yang hidup sebagai saprofit di
dalam air dan tanah, atau sebagai parasit pada tanaman dan hewan. Nematoda yang
hidup sebagai parasit pada tanaman memiliki stylet yang berfungsi untuk menghisap
nutrisi-nutrisi tanaman sehingga fungsi fisiologi tanaman terganggu. Serangan nematoda
menyebabkan kerusakan pada akar karena nematoda mengisap nutrisi tanaman dari
bagian akar. Akibatnya, pembuluh jaringan terganggu sehingga translokasi air
dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat memengaruhi proses
fotosintesis dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, daun
menguning seperti kekurangan hara, dan layu. Karena pertumbuhan terhambat,
produktivitas tanaman akan menurun (Mustika, 2010).
Menurut Nugrohorini (2010)
nematoda merupakan mikroorganisme berbentuk cacing berukuran 700-1200 mikron
dan berada dalam tanah. Nematoda yang ada di dalam tanah, ada yang tergolong
free living, nematoda parasit tanaman dan nematoda entomopatogen. Nematoda yang
saat ini dikembangkan adalah nematoda entomopatogen yang dapat diigunakan
sebagai insektisida biologi yang sangat potensial untuk mengendalikan serangan
hama baik ordo lepidoptera, coleoptera dan diptera.
Nematoda parasit
tanaman dikenal sebagai pengganggu berbagai tanaman penting yang penyebarannya
luas dan dikenal sebagai pengganggu yang paling sulit diidentifikasi,
didiagnosa dan dikontrol. Sebagian besar
nematoda parasit, diantaranya nematoda puru akar menyerang bagian tanaman di
bawah permukaan tanah, merusak jaringan akar dan mempengaruhi kemampuan
transport air dan penyerapan hara, yang akhirnya menyebabkan tanaman mengalami
stress air dan defisiensi hara. Serangan nematode ini
dapat sampai merusak jaringan pengangkut pada akar tanaman. Dengan demikian, tanaman akan mengalami
gangguan dalam transportasi air dan unsur hara dari dalam tanah. Gangguan pada pengangkutan unsur hara dan air
oleh akar tanaman dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman di
atas tanah (Swibawa et al., 2000).
Jamur merupakan
organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan
sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Energi
dapat diperoleh dari oksidasi senyawa karbon, metabolisme untuk mensintesis
senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan hifa jamur,
dan sumber nutrisi yang dibutuhkan seperti vitamin, CO2, dan nitrogen. Suhu merupakan faktor utama
dalam pertumbuhan jamur. Suhu optimum
berbeda-beda untuk setiap spesies, tetapi pada umumnya terletak antara 220
C dan 350 C (Arif et al.,
2005).
Isolasi jamur tanah dilakukan di rizosfer,
Isolat-isolat tersebut kemudian ditumbuhkan pada medium PDA. Dari isolasi
tersebut diperoleh beberapa isolat jamur
tanah, kemudian identifikasi dilakukan secara mikroskopik. Identifikasi isolat
didasarkan pada perbedaan morfologi koloni (warna dan bentuk koloni) isolate
jamur pada medium PDA tersebut untuk tiap-tiap sampel tanah (Purwantisari dan
Hastuti, 2009)
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum acara “Pembuatan
Preparat Awetan Nematoda dan Jamur” dilakukan pada hari Rabu tanggal 24 April
2013 pukul 15.00-selesai, bertempat di Laboratorium Hama Dan Penyakit Tumbuhan,
Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.
Gelas arloji
2.
Cawan petri
3.
Gelas benda
4.
Pancing
5.
Deg glass
6.
Lampu bunsen
7.
Karton
8.
Laminar Air Flow
9.
Jarum ent
10.
Botol preparat
11.
Kertas label
12.
Glass woll
13.
Lempeng alumunium
3.2.2 Bahan
1.
Laktofenol
2
. Zat pewarna (asam fukshin, cotton blue, dan lain-lain)
3.
Parafin
4.
Lak kuku
5.
Formalin 4% atau alkohol 70%
6. glass wall
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Membuat Preparat Awetan Nematoda
1.
Kumpulkan beberapa ekor nematoda yang telah difiksasi dan masukkan ke dalam
gelas arlojiatau cawan petri yang telah berisis laktofenol panas (65-300C)
dan diberi zat pewarna(asam fukhsin, cotton blue,dan lain-lain).
2.
Buat lingkaran parafin pada gelas benda, tetesi laktofenol secukupnya (1-2tetes
3.
Pindahkan nematoda dengan pancing (handling needle) dan tempatkan di tengah-
tengah lingkaran parafin dalam laktofenol.
4.
Panaskan di atas lempeng pemanas atau lampu bunsen beberapa detik untuk
mencairkan parafin
5.
Memberikan glass wall agar nematoda tidak ikut keluar
7. Melekatkan dengan lem atau lak kuku dan
menempelkannya pada deglass
9.
Beri etiket tentang nama spesies, nama kolektor, tempat dan lain sebagainya.
Maka preparat awetan telah selesai.
10.
Simpan dalam kotak preparat(ada yang terbuat dari kayu, plastik ataupun seng).
3.3.2 Membuat Preparat Awetan Jamur
1.
Ambil cawan petri yang berisi beberapa bentuk dan warna hifa/miselium jamur
dari hasil isolasi jamur pada praktiku sebelimnya, kemudian tempatkan didalam
laminar air flow (entkas).
2.
Amati jamur-jamur yang tumbuh.
3.
Sesuai petunjuk dosen/asiten, maka ambil satu macam jamur dengan
menggunakan jarum preparat atau jarum ent steril (telah dipanasi beberapa detik
di atas lampu Bunsen).
4.
Media agar miring dibuka kapasnya
dan ujungnya dipanasi dengan lampu Bunsen.
5.
Goreskan hasil no.3 pada media agar miring di dalam laminar flow.
6.
Tutup kembali media agar miring dengan kapas. Simpan dalam laminar air flow
(entkas).
7.
Setelah kurang lebih 4-7 hari dari pembuatan biakan murni, amati dengan
seksama jamur yang tumbuh.
8.
Selanutnya setiap mahasiswa mengambil hasil tumbuh jamur dalam media agar
miring, bias sporanya, 2 miseliumnya atau golongan keduanya untuk selanjutnya
dijadikan perparat awetan jamur.
9.
Ambil dengan jarum preparat atau jarum ent steril hasil tumbuh jamur dalam
media agar miring lalu tempatkan di atas gelas benda yang berisi laktofenol
dala lingkaran parafirin. Amati dibawah mikroskop bentuk jamurnya apakah bagus
dan layak untuk dijadikan preparat awetan ataukah tidak.
10.
Apabila sudah dirasa bagus dan layak, maka tutup dengan cover slip.
11. Panaskan diatas lempeng
pemanas atau lampu Bunsen.
12.
Masukkan ke dalam lempeng alumunium, jepit dengan karton, beri etiket
secukupnya.
BAB 4. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kel.
|
Biakan murni
|
kontaminasi
|
Literatur
|
nama
|
keterangan
|
1
|
|
(-)
|
|
Aspergillus
sp.
|
Mempunyai
hifa, koloninya berkelompok, berwarna coklatkehitaman
|
2
|
|
(-)
|
|
Aspergillus
sp.
|
Mempunyai
hifa, koloninya berkelompok, berwarna coklatkehitaman
|
3
|
|
(-)
|
|
Aspergillus
sp.
|
Mempunyai
hifa, koloninya berkelompok, berwarna coklatkehitaman
|
4.
|
|
Kontaminasi
|
|
|
Mempunyai warna hijau, puth
|
Tabel
hasil pengamatan hasil pembuatan preparat awetan nematoda
Kel.
|
Awetan nematoda
|
Nematoda
|
Literatur
|
Nama nematode
|
1
|
|
|
|
Meloidogynespp.
|
2
|
|
|
|
Meloidogynespp.
|
4.2 Pembahasan
Hasil praktikum biakan murni kali ini didapatkan biakan Aspergillus sp
dan Tricoderma sp. Pada media miring
nomor satu hingga nomor tiga didaptkan biakan Aspergillus spp. dengan warna koloni coklat kehitaman. Pada media
miring nomor empat didaptkan hasil biakan jenis fungi Tricoderma sp. Biakan murni jamur pada golong data C dari kesemua
data yang didapat hanya data nomer 4 terkontaminasi. Biakan nomer empat
merupakan biakan Tricoderma sp. Tiga
biakan didapatkan koloni fungi Aspergillus sp. Koloni aspergillus bebeas dari
kontaminasi. Kontaminasi terjadi akibat ketika melakukan prosedur isolasi
biakan murni tidak dalam kondisi aseptis. Kondisi alat yang kurang steril dan
prosedur isolasi biakan murni yang tidak sesuai mengakibatkan kontaminasi
terjadi. Media juga dapat memberikan dampak kontamasi pada biakan, media agar
dapat terdapat benih-benih kontaminasi (fungi dan bakteri) sebelumnya, hingga
kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk benih kontaminasi dapat berkembang
dan tumbuh.
Potensi jamur Tricoderma sp. sebagai jamur
saprofit yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman
telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai
antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma
sp. Juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik.
Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan
OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani akan arti penting
perlindungan preventif perlahan telah tumbuh. Jamur
Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya
untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman
akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini
menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada
tanaman jagung dan tanaman hias. Mikoparasitisme
dari Trichoderma Sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari
beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma Sp.
yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini
menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena
adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh
jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian
membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti
kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi
miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang. Mekanisme kerja
Trichoderma spp. (salah satunya adalah T. koningii) adalah menekan
perkembangan JAP dengan cara pembentukan antibiotik dan mikroparasitisme,
kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran Jamur Akar Putih (JAP)
terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorfa. Lisis merupakan proses
enzimatik oleh enzim selulose yang dihasilkan oleh T. koningii.
Fungi jenis Aspergillus
spp. merupakan saprofit pada tanaman baik saat pertumbuhan hingga pasca
panen. Aspergillus spp. menghasilkan
enzim pektinase yang mengakibatkan kerusakan umumnya pada buah-buahan.
Aspergillus sp membentuk badan spora yang disebut konidium. Spora tersebar luas
sehingga sering dikaitkan dengan bahan organik tanah. Koloni Aspergillus spp. berwarna abu-abu,
kuning, hitam, atau colkat. Aspergillus
spp. merupakan mikroorganisme aerobik yang membutuhkan oksigen untuk
aktifitas metabolismenya. Aspergillus banyak ditemukan ditempat yang lembab dan
sirkulasi oksigen yang baik serta sering ditemukan pada bahan organik.
Biakan murni tegak merupakan media yang digunakan untuk mendapatkan
biakan murni jamur dengan mendatar, tabung reaksi yang diisi media dibuat
mendatar sehingga didapatkan luasan media yang sempit. Biakan murni secara
mendapat dibuat untuk mendapatkan sedikit koloni biakan murni saja. Biakan
murni miring merupakan media baiakan murni dengan media yang miring posisinya.
Dengan media yang miring dapatkan luasan media yang lebih luas. Media miring
digunakan untuk mendapatkan biakan murni yang banyak.
Pembuatan biakan murni jamur berawal dari isolasi yang dilakuakan dengan
pengenceran larutan, sehingga didapatkan koloni-koloni jamur yang masih
terdapat kontaminasi maupun tanpa kontaminasi. Setelah didapatkan biakan
melalui isolasi, kemudian mengambil fungi yang ada pada tempat isolasi.
Pengambilan fungi dipilih dengan selektif dan dipilih jenis fungi yang akan
dibiakkan secara murni. Langkah selanjutnya membuat media untuk biakan murni
dengan wadahnya tabung reaksi dengan media miring. Fungi yang sudah didapatkan
sebelumnya dari tempat isolasi kemudian ditempatkan pada media miring. Langkah
terakhir adalah menyimpan hasil biakan selama 3 hari dan dlihat hasil dari
biakan murni tersebut.
Membuat awetan nematoda
merupakan cara untuk menyimpan nematoda dalam waktu yang lama. Langakh awal
untuk membuat awetan nematoda adalah dengan menacing nematoda. Pemancingan
nematoda membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang baik, karean ukuran nematoda
sendiri sangatlah kecil. Memancing nematoda memerlukan alat tambahan seperti
mikroskop, spesifikasi dari mikroskopnya adalah dengan jenis dissecting microscope. Mikroskop dengan
jenis ini memiliki jarak lensa dengan objek jauh, sehingga memudahkan dalam
pemancingan. Untuk mempermudah pemancingan juga diperlukan bulu alis sebagai
alat pancingnya. Bulu alis yang ukurannya kecil dan runcing mempermudah dalam
memngangkat nematoda.
Kendala dalam membuat
awetan nematoda adalah proses pemacingan yang membutuhkan waktu cukup lama.
Kemudian pembuatan lingkaran parafin yang tidak terlalu tebal memerlukan waktu
belajar membuat linglaran parafin cukup lama. Yang tidak kalah sulit adalah
menemukan jenis nematoda, apakah itu parasit atau saprofit.
Perbanyakan nematoda dapat dibagi
menjadi dua teknik, yaitu in vivo dan in vitro. Teknik in vitro merupakan
teknik mengawinkan sepasang nematoda yang berasal dari teknik in vivo
sebelumnya. Media yang digunakan untuk teknik ini terbuat dari agar yang
dicampur dengan ampela hati. Ampela hati
memberikan nutrisi yang dibutuhkan nematoda. Media yang digunakan harus aseptis
terlebih dahulu. Media sebelum digunakan harus didinginkan terlebih dahulu
minimal 2hari dulu. Setelah dua hari media diletakkan pada cawan petri yang
lebih besar. Antar cawan yang berisi media dengan cawan yang lebih besar
diletakka kertas hisap. Keadaan cawan besar diusahakan selalu terendam air.
Setelah dua hari nematoda infektif yang terkumpul pada cawan dapat diambil.
Pengambilan dapat dilakuakn setiap dua hari sekali dengan penambahan air selama
penagmbilan dalam cawan besar.
Perbanyakan secara in vivo merupakan cara menginokulasi nematoda pada
larva sernagga. Suspensi nematoda dapat ditetaskan pada ulat diatas kertas
filter dalam cawan petri. Dalam jangka waktu 24 hingga 48 jam ulat akan mati
akibat infeksi dari nematoda. Nematoda dapat diambil dengan teknik white trap,
yanitu dengan meletakkan ulat pada kertas filter diatas cawan petri yang
diletakkan terbalik. Cawan petri diletakkan pada cawan yang lebih beasr dan
disikan air, kemudian simpan pada suhu kamar. Hasil perbanyakan dapat
didapatkan setelah satu hingga dua minggu kemudian.
BAB 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. biakan murni jamur merupakan teknik
mendapatkan biakan asli satu jenis jamur saja tanpa adanya kontaminasi dari
mikroorganisme lain.
2. Aspergillusm sp. dan Trichoderma spp. Merupakan jenis biakan
murni yang didapatkan pada praktikum kali ini. Tricoderma spp. mengalami kontaminasi.
3. Tricoderma spp merupakan
jamur dengan sifat saprofit da Aspergillus sp merupakan jenis jamur bersifat
patogen.
4. Teknik aetan nematoda
berawal dari tahap ekstraksi, kemudian membuat lingkaran parafin, memberi
laktofenol pada preparat, membuat segitihga dari glass woll, emmancing
nematoda, dan tahap akhir menaruh nematoda pada preparat dan menutup dengan
degg glass, tepi degg glass diberi cat kuku being agar melekat sempurna.
5. Teknik perbanyakan
nematoda ada dua yaitu teknik in vitro dan in vitro.
5.2 Saran
Dalam melaksanakan praktium kali ini tiap langkah
kerja yang ada haruslah dilakukan dengan baik dan dengan teliti sehingga hasil
yang diperoleh juga baik dan sesuai dengan keinginan setra diperoleh data tepat
dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anugrahwati, D.A. 2008. Aktifitas Actinomycetes
Endofit Sebagai Bionematisida Terhadap Meloidogyne javanica. CropAgro 1 (2):116-122.
Arif, A., M. Muin, T. Kuswinanti, dan V. Harfiani.
Isolasi dan Identifikasi Jamur
Kayu dari Hutan
Pendidikan dan Latihan
TABO-TABO Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Perennial, 3(2) : 49-54
Dropkin, V. H.
1992. Pengantar Nematologi
Tumbuhan. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Meryandini A., W. Widosari, B. Maranatha, Titi Candra Sunarti, N.
Rachmania, dan H. Satria.
2009. Isolasi Bakteri
Selulolitik dan Karakterisasi Enzimnya. MAKARA, SAINS, 13( 1): 33-38
Nugrohorini. 2010. Eksplorasi Nematoda
Entomopatogen pada Beberapa Wilayah di Jawa
Timur. Pertanian MAPETA 7 (2):72-144.
Peclaar
M. J. dan E.
C. S Chan. 2012.
Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta
: UI PRESS
Purwantisari S. dan R. B. Hastuti. 2009.
Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi
Tanaman Kentang Dengan Menggunakan
Trichoderma spp. Isolat Lokal.Bioma
11 (1):24-32
Putri
W. D. R, Haryadi, D. W. Marseno, M. N. Cahyanto. 2012. Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Amilolitik Selama
Fermentasi Growol, Makanan Tradisional
Indonesia. Teknologi
Pertanian 13 (1) : 52-60
Rahmita, D., A. Gafur, dan Rusmiati. 2007.
Kerapatan dan Biodicersitas Nematoda
Tanah Gambut di Kecamatan Gambut,
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Bioscientae 4 (2):85-94.
Swibawa, I. G., I. Amaliah, dan T. N. Aeny.
2000. Pengaruh Infestasi Nematoda Pratylenchus Terhadap Pertumnuhan Tanaman Nenas (Ananas comusus (L.) Merr.). Hama dan
Penyakit Tumbuhan Tropika 1 (1):25-28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar